Kondangan, Tradisi Jawa Yang Harus Di Jaga

  • Feb 15, 2018
  • tremes

[caption id="attachment_881" align="alignright" width="300"] Karang taruna pun ikut datang di kondangan[/caption] Kondangan atau kenduri, satu tradisi Jawa yang terasa spesial bagi orang-orang yang lahir sebelum tahun 90-an. Karena pada saat kondangan atau kenduri inilah, banyak makanan enak yang tersaji. Terlepas apakah itu kondangan untuk peringatan hari kelahiran, hari kematian kerabat atau saudara ataupun kondangan untuk syukuran karena mendapatkan satu rejeki dari Tuhan Yang Maha Esa. Di Desa Tremes sendiri, tradisi kondangan ini masih melekat erat dalam kehidupan masyarakat di 7 dusun yang ada dalam wilayah desa. Bisa dikatakan hampir tiap malam ada saja warga yang melaksanakan tradisi ini, dan tentunya yang sedikit kerepotan adalah modin (Kaur Kesra) karena harus pintar-pintar membagi waktu mendatangi dan memimpin jalannya kondangan tersebut. Belum lagi kalau kondangan ini di barengi dengan pengajian, tentu akan memakan waktu yang lebih lama daripada tanpa adanya pengajian. [caption id="attachment_880" align="alignright" width="300"] Sekedar obrolan ringan sampai diskusi politik sambil menunggu Ustadz hadir[/caption] Kebetulan malam ini (15/02/2018) di adakan kondangan memperingati 100 hari kematian (alm) Seno bin Kasdi Kasri yang beralamat di Kerok RT 02 RW 05 Tremes. Acara yang di mulai pukul 19.45 WIB, seusai ibadah sholat Isya ini mengundang seluruh warga Dusun Kerok yang terdiri dari 2 Rukun Tetangga. Tampak sekitar 60-an warga Dusun Kerok memadati rumah almarhum yang meninggal dunia karena sakit. Hujan yang turun menjelang magrib sampai acara kondangan berlangsung tidak menyurutkan kehadiran warga Dusun Kerok, karena selain tradisi yang begitu kental di lingkungan mereka, kondangan malam ini juga di isi pengajian yang di pimpin Ustad Lutfi Murtaqdlo, pengasuh Pondok Pesantren Al-Wasillah yang berlokasi di Dusun Kerok juga. Setelah pengajian dalam rangka kirim doa untuk almarhum kemudian di lanjutkan dengan tradisi kondangan yang memiliki makna dan tujuan yang sama, yaitu mengirimkan doa untuk almarhum agar mendapatkan kemudahan di alam sana, serta bertujuan juga memberikan dukungan kepada keluarga yang di tinggalkan , terutama Parmi istri almarhum yang harus tinggal sendirian setelah di tinggalkan almarhum. Meskipun memiliki 5 orang anak akan tetapi tidak ada yang tinggal bersama di rumah yang terletak paling selatan dari wilayah Dusun Kerok. [caption id="attachment_879" align="alignright" width="300"] Sesepuh Dusun duduknya di sebelah utara sesuai tradisi[/caption] Untuk acara kondangannya sendiri dipimpin oleh Sandi Hamzah, sesepuh Dusun Kerok yang juga menjabat sebagai Ketua RT 01 RW 05 Kerok. Meskipun dalam penyampaian doa melalui bahasa Jawa, akan tetapi maksud dan tujuan tetap sama, meminta dan memohon terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai satu-satunya yang harus di sembah. Setelah selesai pembacaan doa dalam bahasa Jawa kemudian di lanjutkan pembagian iwak ingkung (daging ayam) yang di masak secara khusus di tambah dengan nasi uduk dan masakan-masakan lain yang dibuat hanya ketika ada tradisi kondangan saja. Kondangan sebagai tradisi turun temurun yang mencerminkan kebersamaan dan rasa kekeluargaan yang erat di antara warga, haruslah tetap di jaga dan “di uri-uri” akan kelestariannya. Jangan sampai anak cucu kita nantinya hanya mendengarkan saja bagaimana asyik dan suka citanya dalam melaksanakan tradis yang bernama kondangan. (admin/foto:koko)